Soal JHT, Partai Buruh Desak DPR Gunakan Hak Interpelasi, Jangan Genit, Kritik Domainnya Rakyat

photo author
- Kamis, 17 Februari 2022 | 23:30 WIB
Ribuan buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia unjuk rasa di Kantor Kementerian Tenaga Kerja di Jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan, Rabu 16 Februari 2022.
Ribuan buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia unjuk rasa di Kantor Kementerian Tenaga Kerja di Jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan, Rabu 16 Februari 2022.

FOKUSSATU.ID - Fungsi kontrol DPR RI terhadap pemerintah tidak cukup disampaikan lewat kritik. Sebab, kritik domainnya rakyat, bukan levelnya Wakil Rakyat.

Kepala Badan Pengkajian Strategis Partai Buruh Said Salahudin mengatakan hal tersebut lewat rilis yang diterima redaksi, Kamis 17 Februari 2022.

Said menjelaskan, tanpa langkah konkret untuk menyoalnya, kritik Ketua DPR RI Puan Maharani terhadap penerbitan Permenaker JHT hanya akan dianggap sebagai sebuah kelatahan politik.

"DPR RI tidak cukup bekerja dengan narasi, tetapi juga harus disertai aksi," jelasnya.

Baca Juga: Profile Idham Holik, Anggota KPU RI Periode 2022 2027, Karier Dimulai dari KPU Kabupaten Bekasi

Kalau ada kebijakan pemerintah yang dipandang melawan konstitusi, hal itu semestinya diproses lewat penggunaan Hak Interpelasi.

"Kritik Ketua DPR RI Puan Maharani terhadap pengaturan tata cara pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Permenaker 2/2022) menurut saya jauh dari memadai," terangnya.

Sebagai pimpinan legislatif semestinya Puan paham bahwa fungsi kontrol DPR terhadap pemerintah tidak cukup disampaikan lewat kritik.

Sebab kritik domainnya rakyat, bukan levelnya Wakil Rakyat. Dalam skema demokrasi, tugas parlemen bukan mengkritisi, tetapi mengoreksi.

Baca Juga: Dua Penyuap Mantan Pejabat Ditjen Pajak Ditetapkan Sebagai Tersangka

Jadi, kalau Permenaker 2/2022 dianggap perlu diperbaiki, maka dalam merespons beleid itu Ketua DPR seharusnya lebih mengedepankan mekanisme yuridis konstitusional sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 20A ayat (2) UUD 1945.

Dalam norma tersebut tegas dinyatakan bahwa dalam melaksanakan fungsinya DPR diberikan hak oleh konstitusi untuk antara lain mengajukan Hak Interpelasi, yaitu hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah terkait suatu kebijakan penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

JHT jelas persoalan yang penting, strategis, dan berdampak yang luas karena selain menyangkut nasib ratusan juta buruh, ada dana kelolaan senilai 372,5 triliun rupiah disitu.

"Nah, mengapa tidak hak konstitusional itu saja yang digunakan oleh Ibu Puan dalam menyoal Permenaker 2/2022? Sebagai Ketua DPR saya kira posisi beliau sangat strategis untuk menginisiasi penggunaan Hak Interpelasi terkait kebijakan JHT," tekannya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Wisnu Fokussatu

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

OJK Gelar Porseni FKIJK 2025

Jumat, 19 Desember 2025 | 07:41 WIB
X