FOKUSSATU.ID - Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, bendera One Piece terlihat berkibar di berbagai sudut tanah air, terutama di kalangan sopir truk.
Fenomena ini semakin meluas menjelang tanggal 17 Agustus, dengan banyaknya foto yang beredar di media sosial menunjukkan bendera bajak laut tersebut berkibar berdampingan dengan bendera Merah Putih.
Aksi ini memicu perdebatan mengenai batasan antara budaya populer dan penghormatan terhadap simbol-simbol nasional.
Baca Juga: Expo & UMKM Fair 2025, APINDO Buka Akses Pasar dan Rantai Pasok untuk UMKM
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, menilai pengibaran bendera One Piece sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintah.
Ia menganggap tindakan ini mencerminkan kemerosotan pemahaman terhadap ideologi negara dan berpotensi menjadi provokasi berbahaya menjelang peringatan kemerdekaan.
Namun, pandangan ini tidak serta-merta disetujui oleh para pakar. Prof. Sunny Ummul Firdaus, seorang pakar hukum tata negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS), menanggapi pernyataan tersebut dengan hati-hati.
Baca Juga: PPATK Sudah Aktifkan Lagi 30 Juta Rekening Dormant yang Sempat Diblokir
"Pernyataan tersebut perlu dianalisis dengan hati-hati. Tidak semua tindakan simbolik warga, dalam hal ini para sopir truk, bisa serta-merta ditafsirkan sebagai aksi politik atau pembangkangan terhadap konstitusi," kata Prof. Sunny, Jumat (1/8/2025).
Menurutnya, pengibaran bendera One Piece lebih tepat dipahami sebagai ekspresi heroisme imajinatif.
"Kemungkinan besar, mereka tidak sedang melawan pemerintah. Tapi sedang menarasikan nilai-nilai seperti keberanian menghadapi ketidakadilan, solidaritas, dan hasrat hidup bebas di tengah tekanan sistem yang mapan," jelasnya.
Baca Juga: SYAFIF Goes to Bandung 2025 Catat Penambahan 784 rekening dana dan pembiayaan Rp73,65 M
Prof. Sunny juga mengingatkan agar pemerintah tidak bersikap reaktif terhadap ekspresi rakyat.
"Simbol-simbol yang muncul dari akar rumput justru bisa menjadi jendela untuk memahami aspirasi yang tersembunyi. Negara sebaiknya merespons ini dengan pendekatan kultural, bukan stigmatisasi," ujarnya.
Artikel Terkait
DPRD Kabupaten Bandung Didesak Bertanggung Jawab atas Kasus PT BDS
Tolak Diperiksa Jaksa, Eks Presiden Korsel Yoon Suk yeol Berbaring di Lantai, Hanya Pakai Singlet
Pegadaian Cetak Laba 3,58 Triliun di Semester I / 2025
Bupati Cup Aquatic Competition: Langkah Awal Menuju Porprov 2026
Terungkap! Dugaan Penipuan PT BDS: Kejari dan Polda Jabar Periksa 12 Saksi, Utang Capai Rp 100 M