Sektor perbankkan kita bukan lagi berfungsi sebagai lembaga intermediasi apalagi sebagai agen pembangunan, namun justru jadi lembaga ekploitatif yang sedot keuntungan sektor riil yang jadi urat nadi ekonomi kita. Mereka juga terus mengeruk keuntungan dari kebijakan moneter bank sentral kita yang selalu pertahankan suku bunga tinggi.
Bank-bank yang dikuasai asing itulah yang secara taktis bekerja mendukung pembangunan infrastruktur fisik demi investasi di sektor komoditi ekstraktif semacam tambang dan perkebunan monokultur.
Tak cukup disitu, mereka juga mengeruk keuntungan kembali dengan kendalikan harga harga komoditi ekstraktif tersebut di pasaran internasional secara oligopolistik. Sehingga nilai tambahnya tak banyak yang kita terima.
Perusahaan tambang dan perkebunan monokultur itu juga sebabkan penyerobotan tanah dimana-mana. Sehingga petani kita saat ini 74 persennya hanya jadi buruh tani. Sisanya adalah petani gurem yang hanya kuasai lahan per kapita sebesar 0.33 ha.
Baca Juga: PT Tekindo Energi Gelar Penanaman di Area Reklamasi Pasca Tambang Seluas 92 H
Narasi tanding
Kasus konflik di daerah tambang dan perkebunan monokultur itu sesungguhnya adalah bagian dari problem simtomik yang merupakan bagian dari ekses jalin kelindan konspirasi besar mafia elit kapitalis dan negara imperialis yang terus ingin keruk dan kuasai ekonomi kita. Namun masalah ini tak hanya cukup kita lawan hanya dengan penolakkan, tapi dengan ciptakan narasi tandingnya.
Kita pahami kebutuhan akan barang tambang memang sebuah keniscayaan bagi negara manapun. Sebut misalnya kebutuhan dasar seperti urukan, batu, pasir dan mineral logam, minyak dan lain lain. Hal ini tak dapat dipungkiri dan hidup tanpa tambang sama sekali itu hanya utopi.
Tapi masalahnya, bagaimana sebaiknya pertambangan itu dikerjakan secara bijak adalah hal yang penting. Termasuk untuk menangani masalah yang selalu muncul baik itu konflik dan masalah residu sosial ekonomi dan kerusakan lingkungan yang terjadi.
Tata kelola kelembagaan perusahaan tambang juga harus dikelola secara demokratis dengan kendali penuh oleh masyarakat bukan diserahkan kepada perusahaan yang semata mengejar keuntungan. Semua dilakukan agar ekonomi itu tetap mampu hadirkan keadilan. *
Artikel Terkait
PLN Amankan Pasokan Batu Bara Jangka Panjang dari Tambang Bukit Asam
Api PON Papua Kelilingi Lima Wilayah Adat, Diambil dari Lokasi Tambang Zaman Belanda
Wagub Jabar Imbau Investor, Kontraktor, Developer Beli Material Tambang dari Perusahaan Berizin
Dituding Miliki Tambang di Ibu Kota Negara Baru, Ini Penjelasan Jubir Luhut BP