FOKUSSATU.ID - Krisis Ekonomi yang terjadi di Negara Sri Lanka membuat situasi tersebut makin memanas. Ribuan demonstran menuntut dan mengusir Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa untuk mundur dari kursi Presiden.
Negara Sri Lanka telah dinyatakan bangkrut akibat krisis berkepanjangan, Selama berbulan-bulan, negara yang berpenduduk 22 juta jiwa ini telah menderita kekurangan makanan, bahan bakar dan pemadaman listrik serta inflasi yang tinggi.
Hal tersebut menyusul setelah pemerintah Sri Lanka tersebut kehabisan mata uang asing untuk mengimpor barang-barangnya.
Aksi Demonstran Negara Sri Lanka bisa terjadi di negara manapun termasuk Indonesia. Jika kehidupan rakyat menderita, kelaparan terjadi dimana-mana dan kemiskinan terus meningkat.
Pernyataan tersebut diungkapkan Jerry Massie, Pakar politik dari American Global University (AGU), kepada fokussatu.id via Telphone, Selasa, 12 July 2022.
Ia mengingatkan pemerintah Indonesia agar lebih hati-hati dalam membuat kebijakan yang mensejahterakan rakyat. Apalagi budaya, politik dan ekonomi antara Sri Langka dan Indonesia ada sedikit persamaan.
Baca Juga: Pengawal dan Sopir Dinas Baku Tembak Di Kediaman Petinggi Polri
Sebelum jatuh Sri Langka, lanjut dia, bisa dikatakan makmur seperti di Indonesia. Hal ini berbeda dengan Bangladesh yang jauh baik secara ekonomi dan politik dengan Indonesia.
“Kemiskinan, utang, pengangguran dan inflasi merupakan pemicu terjadi kerusuhan dalam sebuah negara. People power bisa saja terjadi di Indonesia jika pemerintahan Jokowi tak berpihak pada rakyat,” terangnya.
Ia menambahkan, Sri Lanka menyukai utang kepada China. Akibatnya, Sri Lanka menjadi negara defaul atau gagal membayar utang. Sehingga Sri Lanka menjadi negara bangkrut. Tercatat utang luar negeri Sri Lanka per akhir 2021 adalah US$ 50,72 miliar.
“Nah kejadian ini sama persis dengan Indonesia yang suka ngutang. Bayangkan utang kita sudah tembus Rp7000 triliun,” bebernya.
Saat ini pemerintah memasang target defisit APBN tahun 2022 sebesar Rp 840,2 triliun atau setara 4,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini lebih rendah dari perkiraan defisit sebelumnya yang sebesar Rp 868 triliun atau setara 4,85 persen dari PDB. Utang SBY dalam 10 tahun Rp1.3009 trillun tapi Jokowi hanya 4 tahun utangnya sampai Rp 1.809 triliun.
Artikel Terkait
Pengamat Politik UNJANI: Survey Kandidat Walikota Cimahi 2024 Testing the Water, Publik Waspada
Pengamat Politik: Mural Ekspresi Kegelisahan Masyarakat
Resmi Terdaftar, Pengamat Politik P3S, Jerry Massie: Siapa Sutradara di Balik Partai Mahasiswa Indonesia Ini?
Pengamat Politik dan Pemilu Dorong Perppu Terbatas Hindari Potensi 'Lame Duck'
Mahkamah Agung AS Cabut UU Aborsi Yang Kontroversial, Pakar: Ini Kemenangan Kaum Konservatif
Cuaca Panas Jelang Pelaksanaan Puncak Haji Jamaah Diminta Banyak Minum Air
Shinzo Abe Meninggal Usai Ditembak Mantan Pasukan Beladiri Jepang