DI BALIK KASUS TAMBANG
Jakarta, 2 Juni 2020
Tulisan ini direproduksi dari Buku antologi " Koperasi Lawan Tanding Kapitalisme", Suroto, Mata Kata Inpirasi, Yogayakarta, 2023
LAGI-LAGI konflik di daerah tambang membuat pilu menyayat hati. Baru usai represi terhadap rakyat lemah di Wadas, Jawa Tengah, kita dikagetkan dengan gugurnya Erfaldi, suhada pejuang penolakan tambang emas di Parigi, Sulawesi Tengah, oleh korporasi PT. Trio Kencana. Erfaldi harus meregang nyawa tertembus timah panas aparat.
Berderet masalah terus menyeruak, tak hanya Parigi dan Wadas, sederet kasus lainya sedang berlangsung. Seperti kasus penolakan tambang semen Kendeng, Jawa Tengah, tambang emas di Sangihe, Sulawesi Utara, dan lain sebagainya.
Konflik di daerah tambang terus berulang, seperti fenomena gunung es, menyisakan masalah serius kemanusiaan hingga meregangnya nyawa, trauma mendalam atas kekerasan yang terjadi, serta perpecahan perikatan sosial masyarakat akibat adu domba.
Di balik berbagai peristiwa kejahatan kemanusiaan tak terperi itu, kita saksikan secara kolosal di depan mata bagaimana negara telah kalah di depan kuasa korporasi kapitalis. Datangnya perusahaan tambang di daerah-daerah bukan menjadi berkah, namun justru jadi petaka bagi masyarakat setempat.
Baca Juga: Hingga Hari ini, 20 Orang Berhasil Dievakuasi dari Tambang Galian C Gunung Kuda Cirebon
Dalam kasus yang terjadi, perusahaan tambang itu seperti sebuah jaringan mafioso yang mengangkangki hukum yang berlaku di republik ini. Kasus Kendeng adalah contoh yang buruk dalam penegakkan hukum. Gugatan petani sedulur sikep di Kendeng sudah menang di Pengadilan, namun perusahaan tetap beroperasi. Padahal putusan pengadilan sudah final (inkracht).
Pulau Sangihe yang masuk kelompok pulau kecil dan tak boleh ditambang menurut peraturan perundang-undangan juga tetap diberikan izin oleh pemerintah pusat untuk beroperasi. Penolakan masyarakat dan pemerintah daerah yang sangat masif terhadap korporasi PT. TMS ternyata tetap tak membuat perusahaan menyurutkan usahanya.
Perusahaan tambang yang berasal dari Kanada itu sudah dua kali mencoba untuk memasukkan mesin-mesin tambang melalui pelabuhan. Masyarakat berhasil mengusirnya, namun sampai saat ini masih terus mencari saat masyarakat lengah dan terus berusaha mengusik ketenangan masyarakat.
Tak hanya masalah kemanusiaan, perusahaan tambang itu juga telah ciptakan kerusakan lingkungan dan bahkan bekas tambang yang menganga lebar tanpa reklamasi telah banyak merengut nyawa anak-anak di berbagai tempat.
Baca Juga: 14 Tahun Tak Tersentuh, Polresta Bandung Bongkar Tambang Emas Ilegal di Kutawaringin
Modus operandi perusahaan tambang selalu masuk gunakan cara mengadu domba antar warga. Sebagian warga yang menolak dihadapkan dengan warga yang menerima dengan iming-iming sejumlah kompensasi uang maupun janji-janji tertentu, seperti peluang pekerjaan baru di perusahaan tambang.