FOKUSSATU.ID, KAB BANDUNG — Praktisi hukum dan penggiat demokrasi soroti maraknya praktik penggunaan ijazah palsu.
Hal ini menjadi ancaman nyata terhadap integritas dunia pendidikan dan profesionalisme di dunia kerja.
Disamping itu juga praktik ilegal ini selain menyesatkan secara moral, juga melanggar hukum dan merugikan masyarakat luas.
Praktisi hukum dan penggiat demokrasi, Januar Solehuddin, SHI., MHI, menilai penggunaan ijazah palsu sebagai persoalan serius yang harus ditindak tegas oleh penegak hukum dan diawasi ketat oleh pemerintah.
“Ijazah palsu bukan hanya pelanggaran administratif, tapi ini adalah bentuk pemalsuan yang sistemik. Ketika seseorang memperoleh posisi atau jabatan dengan dokumen palsu, maka yang dirugikan bukan hanya lembaga, tetapi masyarakat secara keseluruhan,” tegas Januar, dalam keterangannya, Selasa (3/6/2025).
Ia menjelaskan, penggunaan ijazah palsu kerap dilakukan untuk berbagai tujuan, mulai dari melamar pekerjaan, kenaikan pangkat, hingga akses ke pendidikan lanjutan. Padahal, perbuatan ini dapat dijerat dengan pasal-pasal pidana.
“Dalam KUHP lama, Pasal 263 mengatur bahwa pembuat surat palsu dapat dipidana enam tahun penjara. Sementara pengguna surat palsu dijerat Pasal 266, juga dengan ancaman pidana enam tahun,” jelasnya.
Baca Juga: Investor Saham di BEI Tembus 7 Juta SID
Lebih lanjut, Januar memaparkan bahwa sanksi yang lebih berat telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, yang akan berlaku pada 2026. Dalam KUHP tersebut, pemalsuan ijazah, gelar akademik, dan sertifikat kompetensi secara khusus diatur dalam Pasal 272.
“KUHP baru memberikan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun atau denda Rp200 juta bagi pengguna dan pemalsu ijazah. Bahkan, pihak yang menerbitkan atau memberikan ijazah palsu bisa dihukum penjara sepuluh tahun atau denda hingga Rp2 miliar,” tegasnya.
Menurut Januar, keberadaan aturan hukum yang ketat ini seharusnya menjadi alarm bagi siapa pun agar tidak mencoba-coba memalsukan ijazah atau menggunakan dokumen pendidikan yang tidak sah.
Baca Juga: bank bjb syariah Kenalkan Sukuk Subordinasi Pertama Senilai Rp300 Miliar
“Ini bukan soal mengejar gelar atau jabatan semata, tapi menyangkut kepercayaan publik. Ketika seseorang yang tidak kompeten duduk di jabatan strategis, itu membahayakan sistem dan bisa menurunkan kualitas layanan publik,” ujar Januar.
Artikel Terkait
Absen di Laga Kontra China dan Jepang, Eliano Reijnders Justru Dibanjiri Ucapan Selamat di Medsos
Jemaah Masih di Makkah, Pos Indonesia Sudah Antar Oleh-oleh Haji Sampai Rumah
bank bjb syariah Kenalkan Sukuk Subordinasi Pertama Senilai Rp300 Miliar
Investor Saham di BEI Tembus 7 Juta SID
Junico B.P. Siahaan Gelar Diskusi Bertema 'Setialah Kepada Sumbermu' Ini Seruan Ideologis dari Kota Bandung di Hari Lahir Pancasila