FOKUSSATU.ID - Isu yang beredar nama Mustafa Kemal Attaturk akan menjadi nama jalan di ibu kota Indonesia Jakarta.
Hal inilah yang menuai protes banyak pihak. Protes tidak hanya oleh warga Jakarta, tapi telah menjadi protes nasional.
Siapakah Mustafa Kemal Attaturk ini sehingga akan dijadikan nama jalan di ibu kota Indonesia, berikut kronologis Mustafa Kemal Attaturk :
Baca Juga: Marcelo Torehan 100 Pertandingan di Liga Champions bersama Madrid
Mustafa Kemal Attaturk. Ia adalah seorang perwira militer yang menjadi presiden pertama Turki. Nama aslinya adalah Ghazi Mustafa Kemal Pasha. Lahir di Thessaloniki 12 Maret 1881, dan meninggal di Dolmabahce Istambul 10 November 1938. Presiden pertama Turki ini dimakamkan di Ankara tahun 1953. Beberapa tahun lalu saya sempat berkunjung ke makamnya.
Bagi mahasiswa UIN, IAIN dan STAIN, sepak terjang dan pemikiran Mustafa Kemal Attaturk pasti tidak asing. Di semester awal ada mata kuliah yang mengkaji sejumlah tokoh Islam, salah satunya adalah pendiri negara Turki itu.
Baca Juga: Jadwal dan Line Up Pebulutangkis Indonesia di Yonex French Open 2021
Mustafa Kemal Attaturk dikenal sebagai tokoh sekuler. Bahkan dinobatkan sebagai bapak sekularisme. Selama ini, kita memahaminya begitu. Benarkah Mustafa Kemal adalah seorang sekuler?
Saya ingin mengawali diskusi ini dengan arti sekuler. Biar clear. Sekuler itu suatu gagasan yang memisahkan agama dari negara. Intinya, negara gak ngurusi agama. Gak melarang, juga gak mendukung. Agama menjadi urusan privat, dan tidak diurus negara.
Anda mau beragama atau tidak, negara gak peduli. Anda punya tuhan atau ateis, bagi negara itu gak penting. Itu urusan pribadi anda. Negara gak mau ikut campur. Inilah makna sekuler.
Baca Juga: Hari Ini Kartu Prakerja Gelombang 22 Resmi Dibuka
Indonesia bukan negara sekuler. Sebab, ada kementerian agama. Soal kementerian ini hadiah buat siapa? Itu soal lain.
Amerika, Australia, sejumlah negara Eropa dan beberapa negara Asia adalah negara-negara sekuler. Negara-negara itu gak ikut campur soal agama. Di negara-negara itu, hidup beragama punya kebebasan.
Selama tidak menimbulkan gangguan kepada publik, monggo. Mau pakai jilbab lengkap dengan cadar, pakai kalung salib, bangun tempat ibadah, bebas. Silahkan saja menjalankan agama, asal tidak mengganggu hak orang lain. Simple!
Artikel Terkait
BUMD Jabar Harus Cetak Laba dan Jadi Agen Perubahan
Pecahkan Masalah Kedua Wilayah, Pemkot Cimahi dan Pemkab Bandung Jalin Kerjasama
Demi Pemulihan Ekonomi Ketua DPR Dukung Kenaikan Upah Minimum 2022
Janji Hukum Mati Koruptor Bansos Kandas, Aa Umbara Hanya Dituntut 7 Tahun Penjara
Komisi I Prihatin Serangan Deface Situs Badan Siber dan Sandi Negara