FOKUSSATU.ID - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor menggelar sosialisasi sekaligus dengar pendapat tentang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Kegiatan yang dilangsungkan di balai riung Hotel Sahira, Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Tanah Sareal ini dibuka oleh Wali Kota Bogor Bima Arya, Selasa (7/2/2023).
Bima Arya menyampaikan, pembentukan raperda ini merupakan mandat dari Undang Undang 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).
Baca Juga: Polisi Bongkar Industri Rumahan Tembakau Sintetis di Bogor
"Pengajuan raperda PDRD ini mandat dari turunan UU HKPD, supaya tidak ada duplikasi pungutan pajak. Kami juga sekalian mengkoreksi dan evaluasi implementasi dari UU HKPD. Dan kami juga ingin agar selaras pertumbuhan ekonomi dengan green ekonomi," ungkap Bima Arya.
Dilokasi yang sama, Sekertaris Daerah Kota Bogor, Syarifah Sofiah Dwikorawati menambahkan, bahwa lahirnya UU HKPD berdampak pada restrukturisasi pajak dilakukan melalui reklasifikasi lima jenis pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis pajak, yaitu pajak barang dan jasa tertentu atau PBJT.
Kedua, lanjut Sekda, pemberian sumber-sumber perpajakan daerah yang baru PBJT mengatur perluasan objek pajak, seperti atas parkir valet, objek rekreasi, dan persewaan sarana dan prasarana olahraga (objek olahraga permainan).
Baca Juga: Transgender Tercantik Nong Poy Bakal Dinikahi Crazy Rich Thailand
Ketiga, penyederhanaan jenis retribusi, pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan opsen pajak, untuk kabupaten atau kota, yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Penyederhanaan retribusi dilakukan melalui rasionalisasi jumlah retribusi yang di diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu.
"Kelima jumlah atas jenis objek retribusi disederhanakan dari 32 jenis menjadi 18 jenis pelayanan," kata Syarifah kembali.
Ia juga menjelaskan, bahwa Raperda PDRD merupakan delegasi langsung dari ketentuan Pasal 94 UU HKPD, di mana hal utama yang perlu diperhatikan adalah penentuan besaran tarif yang akan dipungut perlu dilakukan kajian terlebih dahulu oleh pemerintah daerah.
Menurutnya, hal-hal yang disesuaikan pada raperda dimaksud, di antaranya yang dikecualikan dari PBJT atas restoran yang memiliki omset per bulan minimal Rp10 juta dari sebelumnya Rp7,5 juta.
Baca Juga: PMII UIA Selenggarakan Rapat Tahunan Komisariat ke-XXVI