FOKUSSATU.ID - Negara memang tidak bisa memaksa rakyat untuk memilih calon perempuan. Hal itu bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat.
EXCO Pusat Partai Buruh Indri Yulihartati mengatakan jika kebijakan affirmative action (tindakan afirmatif) diterapkan secara total, bukan mustahil 30 persen kursi parlemen bisa diduduki politisi wanita.
"Untuk mewujudkan hal itu KPU bisa menetapkan aturan agar 30 persen durasi iklan kampanye wajib menampilkan figur caleg perempuan," katanya lewat rilis yang diterima redaksi.
Indri menjelaskan kebijakan affirmative action yang ditetapkan dalam sistem politik masih belum memadai. Walaupun pengurus partai politik di tingkat pusat dan calon anggota legislatif yang diusulkan parpol sudah diwajibkan untuk menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen perempuan, tetapi hasilnya politisi perempuan di DPR RI jumlahnya belum menyentuh angka 30 persen.
Baca Juga: Jamaah Haji Tahun 2020 Berangkat Tahun Ini Asal Ada Syarat Ini
"Permasalahan ini tentu harus dicarikan solusinya. Agar patriarki atau perilaku pemilih yang cenderung mengutamakan laki-laki daripada perempuan bisa diubah, maka perlu ada campur tangan dari negara. Dalam konteks Pemilu, saya kira peran itu bisa diambil oleh KPU," ujarnya.
Menurut Indri, salah satu tahapan yang menentukan keterpilihan calon itu kan tahap kampanye. Nah, selama ini saya perhatikan partai-partai politik belum memberikan kesempatan yang proporsional kepada caleg perempuannya untuk ditampilkan dihadapan publik. Misalnya dalam iklan kampanye yang ditampilkan di media arus utama.
Kondisi itu tentu saja memberi pengaruh terhadap tingkat pengenalan calon perempuan di mata pemilih. Akibatnya, popularitas caleg perempuan selalu kalah dari caleg laki-laki.
Dampak lanjutannya, adalah tingkat penerimaan (aksebtabilitas) dan keterpilihan (elektabilitas) calon perempuan juga otomatis menciut.
Baca Juga: Pratu Sahdi Dikeroyok di Waduk Pluit Hingga Tewas, Tiga Pelakunya Sudah Dicokok
Oleh sebab itu, agar calon-calon perempuan dapat lebih dikenal, disukai, dipilih, dan kemudian bisa mengisi lebih banyak kursi di parlemen, maka negara perlu menunjukan totalitasnya dalam menerapkan kebijakan ‘affirmative action’ ini dengan cara membuat aturan yang berorientasi pada keadilan dan kesetaraan gender.
Mengingat kewenangan untuk mengatur teknis kampanye ada di lembaga KPU, maka sangat tepat jika dalam peraturan KPU nanti diatur agar setiap iklan kampanye yang ditayangkan parpol di media cetak, media elektronik, media sosial, dan lembaga penyiaran lainnya.
"Jadi, wajib menampilkan wajah caleg perempuan dengan porsi minimal 30 persen dari total durasi iklan," katanya.
Kalau di Partai Buruh, jelas Indri, dia tidak khawatir. Sebab kami punya komitmen yang tinggi dan konkret dalam memperjuangkan kaum perempuan.
Artikel Terkait
Pemilu 2024 Perlu Parameter Jelas, Ini Alasannya
Boleh Nggak Partai Non Parlemen Ikut Memutuskan Jadwal Pemilu, Ini Penjelasannya
Percepat Sengketa Pemilu, DPR Dorong KPU dan Bawaslu Lakukan Ini
Ditunda Sampai Reses,Tanggal Pemilu 2024 Belum Ditetapkan
Wujudkan Pemilu Berkualitas, Sekolah Politik untuk Warga Siap Digelar