FOKUSSATU.ID-Pemberitaaan mengenai Herry Wirawan yang dikaitkan dengan Syiah dinilai pengamat sosial sebagai upaya menebar kebencian dan konflik di antara sesama anak bangsa.
Pasalnya berita yang ditulis oleh sebuah media online itu tidak berdasar dan tidak melakukan check and balances terhadap HW.
"Disebut Herry adalah penganut Syiah. Saya lihat beritanya tidak ada penegasan bahwa Herry itu adalah syiah. Judul yang ada ini agak kontradiktif dengan isi berita. Apa maksud dari media ini dengan menyebut Herry Wirawan adalah penganut syiah. Berbahaya dan bisa menjadi fitnah yang besar," ujar Doktor Supratman,pengajar di Universitas Hasanuddin Makassar dalam diskusi Hybrid yang digagas Koordinator Pusat Brigade Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) dengan tema "Perkosaan Sebagai Kejahatan Universal, " Kamis (16/12/2021)
Menurutnya, Indonesia harus belajar dari kasus Suriah yang kemudian ambruk karena terjadi peperangan internal di antara mereka.
Ia melihat informasi semacam itu bisa menimbulkan konflik yang besar dalam masyarakat Indonesia manakala kasus kasus pemerkosaan tidak dicover dengan profesioanal, tidak melakukan check and balances dan cover both side.
""Diberita ini tidak mengutip berita sebelumnya yang orang aktivis NU dan membantah bukan Syiah. terus juga kenapa Sindo tidak menghubungi ABI atau Ahlul Bait. IJAB yang ,berpaham syiah. Nah disumber inii, tidakada orang yang sumber dari ahlul bait , IJABI untuk mengklarifikasi, ini tidak ada," terang Supratman.
Bagi dia , iIni bisa berbahaya kalau hal ini terus dilakukan . karena bisa membuat perpecahan di negeri kita sendiri. Republik Indonesia yang kita cintai ini. " Sayang, kalau , kita harus disibukkan dengan persoalan persoalan sepele seperti ini yang seharusnya tidak terjadi , seharusnya lebih fokus pada lapangan kerja dan seterusnya. Supaya hal hal semacam ini tidak menggerus waktu dan tenaga kita untuk selalu berdebat tentang perbedaan perbedaaan itu," sambungnya.
Supratman mencurigai ada semacam setting untuk menimbulkan konflik terus menerus, terkait wacana tentang syiah. "Itu saya curigai berdasarkan berita berita ini . Karena pemberitaannya tidak berdasar sama sekali,"kata dia.
Baca Juga: Begini Wajah Terkini Herry Wirawan Oknum Guru Ngaji Pemerkosa Belasan Santrinya
Oleh akarena itu, dia agar hal ini tidak berlangsung terus , dia meminta pihak seperti KPI. Komisi Penyiaran Indonesia ,harus memperhatikan betul betul media online , media cetak dan media elektronik . "TV One, Metro, cukup bagus.Yang Parah ini di online," terang dia.
Masih kata Supratman bahwa Framing yang melatar belakangi, model penulisan berita yang seperti ini adalah bagaimana mentrigger, memancing emosi , kebersamaan. Dalam artian memojokkan satu pihak dengan pihak yang lain. "Jadi motifnya bagaimana,katankanlah dukungan dari kelompok mayoritas , saya tidak tahu apakah kepentingan politik atau kepentingan ekonomi sehingga ini dilakukan," katanya lagi.
Dia mengingatkan, kalau hal ini terus dilakukan maka berbahaya bagi masa depan republik Indonesia ini.
"Cara merekayasa sebuah peristiwa yang tidak benar untuk mengeruk dukungan atau kepentingan , harus kita sikapi harus kita lawan. Jangan mendominasi, menghegemoni wacana. Cara berpikir kita di Indonesia ini. Kita mau menjadi manusia yang sehat" ucapnya.
Dia meminta media untuk tidak memfitnah merekayasa, membuat perselisihan, perpecahan diantara kita. " Perbedaan itu suatu yang universal yang sunnatullah, yang tidak bisa dihindari. Tetapi perpecahan dan permusuhan itu adalah sesuatu yang harus dihindari,"paparnya.
Selain itu dia melihat bahwa media online dalam membuat berita kekerasan seksual seolah olah si pelaku karena dorongan seks semata, tanpa efek lain. Bahkan, dianggap sesuatu yang wajar wajar saja. Padahal, ada beberapa indikasi yang harus digali lebih dalam. "Karena gangguan kepribadian, punya pengalaman masa kecil, atau ketidakmampun mengontrol diri," kata dia.
Bisa juga karena, keyakinan irrasional, misalnya ada pandangan melalukan kekerasan seksual kepada gadis yang belum disentuh akan mendapatkan kekuatan suprra natural. Bisa pula karena hukum jera di masyarakat yang masih ringan , atau karena dendam terhadap perempuan. "Ada juga karena doktrin kelompok atau ideologi," kata Supratman.
Artikel Terkait
Kementerian PPPA Ajak Masyarakat Kawal Persidangan Kasus Perkosaan Santriwati oleh HW di Bandung
Sidang Kasus Perkosaan Santriwati oleh HW Dilaksanakan Dua Kali Seminggu
Pemprov Jabar Siapkan Rumah Perlindungan dan Akte Kelahiran untuk Bayi Hasil Perkosaan Ustad HW