FOKUSSATU.ID-Negara Sri Lanka dilanda krisis ekonomi. Bahkan negara dengan penduduk sebanyak 22 jutajiwa ini dinyatakan bankrut.
Apa penyebabnya? Bermula dari 2019 ketika sektor pariwisata dihantam keras oleh serangan bom ekstremis di gereja dan hotel. Berlanjut dengan kegagalan membayar utang luar negeri senilai 51 miliar dollar AS (Rp 764,79 triliun).
Selain itu, Pemerintah juga kehabisan dollar, sehingga tidak mampu membiayai impor barang-barang pokok termasuk BBM.
Akibat dari Sri Lanka bangkrut tersebut menyebabkab ratusan ribu pedemo merangsek masuk istana kepresidenan di ibu kota Colombo. Mereka seperti orang yang kalap. Pendemo menggunakan fasilitas yang ada seperti kolam renang dan kamar presiden.
Setelah kebankrutan Sri Lanka Perserikatan Bangsa-Bangsa memprediksi akan ada lebih banyak negara berkembang yang menyusul krisis ekonomi seperti yang dialami oleh Sri Lanka tersebut.
Laoran Crisis Response Group yang dirilis, PBB menyebut dua negara berkembang di
Asia Tenggara yang rentan ekonominya karena terlilit utang, serta kenaikan harga komoditas akibat perang Rusia-Ukraina.
Mereka menyebut nama Laos.Negara ini mengalami tekanan sejak terjadi covid-19. Kondisinya bertambah parah akibat ditambah tekanan perang antara Rusia dan Ukraina.
Laos juga mengalami lonjakan utang yang mengakibatkannya harus mengemis restrukturisasi utang bernilai miliaran dolar AS.
Anjloknya ekonomi Laos makin parah karena cadangan devisanya yang makin menipis dan hanya mampu membiayai kurang dari dua bulan impor. Mata uangnya jatuh 30 persen sehingga makin memperburuk kesengsaraan negara itu.
Inflasi di Laos juga melonjak sebesar 9,9 persen (year on year) pada April 2022. Berdasarkan Tradingeconomics, inflasi Laos adalah lonjakan tertinggi kedua di antara negara ASEAN lainnya.
Selanjutnya yang diprediksi menyusul seperti Sri Lanka adalah Myanmar. Ekonominya juga terguncang. Biang keladinya, ketidakstabilan politik Myanmar, terutama seusai aksi kudeta militer pada Februari 2021 terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi
Myanmar juga mengalami sanksi dari negara Barat, seperti penarikan bisnis secara besar-besaran dari negara mereka oleh korporat raksasa.
Ekonomi Myanmar terkontraksi minus 18 persen pada tahun lalu dan diperkirakan tidak tumbuh pada tahun ini.Lebih dari 700 ribu orang melarikan diri atau diusir dari rumah mereka karena konflik bersenjata dan kekerasan politik yang terjadi.
Myanmar situasinya semakin tak terkendali. Bahkan, Bank Dunia enggan mengeluarkan proyeksi untuk Myanmar pada 2022-2024. Myanmar saat ini merupakan negara dengan laju inflasi tertinggi di antara negara ASEAN. Inflasinya tercatat 13,82 persen pada Januari 2022, lebih tinggi dibanding posisi Desember 2021 lalu yang mencapai 12,63 persen. ***014
Artikel Selanjutnya
Indonesia Bersiap Mendapat Untung Besar, Hutang Luar Negeri Terbayar
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Artikel Terkait
Indonesia Bersiap Mendapat Untung Besar, Hutang Luar Negeri Terbayar
Ribuan Demonstran Tuntut Presiden Sri Lanka Mundur, Pengamat: Sri Lanka dan Indonesia Ada Sedikit Persamaan