FOKUSSATU.ID, SOREANG - Sistem outsourcing seringkali menjadi pembicaraan dikalangan buruh. Karena kerap membuat pekerja berada dalam posisi yang rentan.
Sistim outsourcing juga selain tidak memiliki hubungan kerja langsung dengan perusahaan, buruh juga seringkali kehilangan hak-hak normatif seperti jaminan sosial dan kepastian upah.
Hal disampaikan Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung Cecep Suhendar. Ia menilai sistem outsourcing atau pekerja alih daya bukan salah satu solusi atas persoalan ketenagakerjaan.
"Sistem ini justru berisiko memperlemah posisi buruh dalam jangka panjang. Karena outsourcing ini memberi ketidakpastian pada pekerja, soalnya ada kontrak yang memiliki jangka waktu,” ujar Cecep, saat dihubungi, Jumat (2/5/2025).
Baca Juga: Warga Keluhkan Drainase Tidak Berfungsi Optimal, DPRD Kabupaten Bandung Soroti PUTR
Menurutnya, outsourcing dibatasi dengan waktu, termasuk upah. Di outsourcing ada kontrak berapa bulan, sehingga jaminan penghidupan pekerja menjadi tidak jelas.
"Maka itu, sistem outsourcing harus diganti dengan sistem yang lebih relevan dengan masa sekarang,” tuturnya.
Tak hanya outsourcing, dalam peringatan Hari Buruh Sedunia kemarin, para pekerja juga menuntut agar pemerintah menetapkan standar upah yang layak.
Cecep menuturkan penetapan upah minimum harus disesuaikan dengan kondisi perekonomian negara saat ini.
Baca Juga: Masalah Status Tanah Pasar Patrol Warga dan Pedagang Audensi Ke DPRD Kabupaten Bandung
“Kita menghadapi dilema yang klasikal, satu sisi pekerja membutuhkan upah yang layak, disisi lain perusahaan menghadapi keterbatasan. Apalagi sekarang banyak industri yang gulung tikar, karena kondisi ekonomi global,” tututnya.
Cecep setuju jika pekerja atau buruh harus sejahtera atau dalam artian memperoleh upah yang layak.
“Pekerja itu harus disejahterakan dengan upah yang memadai sesuai dengan tingkat perekonomian di daerah masing-masing,” pungkasnya. ***