Mitra proyek tersebut termasuk produser media independen, kumpulan buruh, organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, serta jaringan aktivis mahasiswa.
Proyek hibah tersebut fokus pada media digital bentuk pendek seperti TikTok, YouTube atau Instagram, dan memperlakukan kaum muda sebagai "kontributor aktif" bukan "penonton pasif".
Kurawal juga mengoperasikan "Dana Cepat Tanggap Darurat" (DCTD), yang memberikan bantuan darurat kepada aktivis yang menghadapi kriminalisasi dan ancaman dari Polri, kontrak internal menunjukkan bahwa kelompok seperti Kompol dan the Social Movement Institute (SMI) menerima dana untuk biaya perumahan aman, makanan, tranportasi, dan biaya hukum selama periode 1-30 September, yang bertepatan dengan kerusuhan tersebut.
LBH Semarang juga menerima dukungan serupa di Jawa Tengah. Meskipun tidak ada kontrak atau dokumen yang secara langsung menunjukkan bahwa Kurawal atau mitranya merencanakan atau mengarahkan kerusuhan, bantuan keuangan ini berfungsi sebagai jaring pengaman bagi aktivis yang dituding memicu kekacauan, yang meningkatkan kekhawatiran tentang keterlibatan asing dalam dinamika politik domestik.
Pendanaan juga mencapai Papua, di mana hibah Kurawal bertujuan untuk menentang proyek "Food Estate" unggulan Prabowo. Perjanjian dengan LBH Papua-Merauke dan Sophia Nusantara fokus pada pembelaan tanah adat, pendokumentasian pelanggaran HAM, dan pelatihan mahasiswa sebagai "penjaga demokrasi ekologi".
Proyek-proyek ini menggabungkan pendidikan hukum, pekerjaan lapangan, mobilisasi mahasiswa, dan kampanye digital dalam inisiatif seperti #SaguUntukDemokrasi, yang bertujuan untuk membangun jaringan perlawanan jangka panjang yang dipimpin oleh kaum muda untuk merespons dampak lingkungan dan social dari proyek pengembangan skala besar negara.
Secara keseluruhan, dokumen tersebut mengungkap sebuah arsitektur pengaruh: Dengan Program Network Grants, OSF mendanai Kurawal sebagai "pemfasilitas ekosistem", yang mendanai proyek multi-tahun yang membentuk narasi kaum muda, melindungi aktivis, dan menentang proyek strategis negara di Papua.
Meskipun tidak ada bukti secara langsung bahwa Soros atau OSF telah memicu kerusuhan pada Agustus-September, dokumen tersebut menunjukkan pendanaan asing yang tertanam dalam ekosistem protes Indonesia pada saat yang kritis.
Para pengamat politik menilai bahwa kasus ini menggambarkan hubungan yang rumit antara filantropi internasional, masyarakat sipil, dan mobilisasi politik, yang menimbulkan renungan tentang batas antara dukungan demokratis yang legal dan intervensi asing atas politik domestik.
Artikel Terkait
Pasokan Air Baku ke Indramayu Terancam Dihentikan, Menhut SP3 PDAM Tirta Kamuning
Anggota Komisi IV DPR RI Dadang Naser Tinjau Lokasi Longsor di Arjasari Kabupaten Bandung
Tiga Warga Tewas, Bupati Bandung Dadang Supriatna Tinjau Lokasi Longsor di Arjasari
Bantuan Kemanusiaan, Pemkot Bandung Salurkan 2 Miliar Untuk Korban Bencana di Sumatera
Bulog Kanwil Jabar Salurkan Bantuan Pangan Kepada 3,3 Juta Warga Jabar