FOKUSSATU.ID - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada tahun 2028 memiliki kewenangan baru sesuai dengan terbitnya UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Salah satu isu yang mendorong penerbitan UU P2SK adalah masih rendahnya pelindungan konsumen dalam sektor keuangan.
Dengan undang-undang ini, LPS yang sebelumnya hanya menjamin nasabah bank, memiliki tugas baru menjamin nasabah asuransi.
Baca Juga: Wujudkan Visi dan Misi, Sahrul Gunawan Berkomitmen Tingkatkan PAD Kabupaten Bandung di Semua Sektor
Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS Suwandi mengatakan undang-undang itu akan semakin memperkuat posisi LPS mulai tahun 2028 mendatang.
"Diterbitkan 2023 dan baru efektif dilaksanakan 5 tahun kedepan atau pas tahun 2028. Masih ada waktu sekitar 4 tahun bagi LPS untuk mempersiapkan SDM , infrastruktur pendukung dan lainnya dan kami sangat siap," jelasnya dalam media gathering di Bandung, Sabtu (19/10/2024).
Melalui undang-undang ini, fungsi LPS sebagai otoritas resolusi bank tidak hanya sekedar menjadi paybox dan loss minimizer namun telah meningkat menjadi fungsi risk minimizer di mana kewenangan LPS juga telah dilengkapi dengan fungsi surveilans dan early involvement dengan tetap berkolaborasi bersama otoritas pengawas perbankan.
“LPS pun sekarang memiliki berbagai macam opsi untuk menangani bank sebelum bank tersebut dicabut izin usahanya kemudian dilikuidasi. Opsi tersebut telah dipraktekkan dalam penanganan beberapa BPR yang tengah ditangani LPS atau berstatus Bank Dalam Resolusi (BDR) misalnya dengan melakukan investor gathering untuk menawarkan aset-aset bank,” ujarnya.
Baca Juga: Pos Indonesia Sinergi dengan BRI, Luncurkan Fitur “Kirim Barang” Melalui PosAja
Ia mengatakan ada perbedaan perlakuan dari LPS terhadap perbankan dan perusahaan asuransi yang masuk dalam pengawasan hingga tahap resolusi.
"Pada kasus perbankan, LPS akan berusaha untuk mengambil langkah perbaikan hingga ambil alih, namun bagi asuransi langsung kita likuidasi," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, LPS telah mencetak sejarah dalam penanganan bank bermasalah. Dimana pada bulan Mei silam LPS berhasil sehatkan kembali sebuah BPR di Indramayu, menjadi bank normal yang sebelumnya masuk dalam kategori Bank Dalam Resolusi (BDR). Ini adalah kali pertama LPS melakukan penanganan BDR dengan cara metode Bail In (konversi kewajiban menjadi saham)
“Hal ini merupakan inovasi baru untuk penanganan bank yang lebih efektif, sehingga memungkinkan LPS melakukan tindakan penyelamatan dengan melibatkan calon investor atau pihak lainnya sebelum LPS memutuskan opsi resolusi.” jelasnya.
Sebagaimana tertuang pada UU P2SK, LPS berwenang melakukan penanganan bank yang berstatus BDR di mana LPS dapat melakukan penjajakan kepada calon investor yang berminat untuk mengambil alih seluruh, atau sebagian aset dan kewajiban bank serta penjajakan kepada calon investor lainnya, dimana sebelumnya LPS tidak memiliki kewenangan ini.