FOKUSSATU.ID, CIMAHI - Hari jadi ke 23 Kota Cimahi, sepanjang perjalanan sejarah dalam Pemerintahan Kota Cimahi masih menyisakan banyak persoalan di tingkat birokrasi.
Hal ini disampaikan Ketua IPJI DPW Jawa Barat Dra. Ai Mulyani, M.Pd dalam acara Diskusi Publik bertajuk Cimahi MEMILIH, yang diinisiasi Komunitas pegiat media yang tergabung dalam Bintang Rakyat Media (BRAM Studio) bekerjasama dengan Limawaktu Radio Streaming, Selasa malam (18/6/2024).
Ai Mulyani mengatakan jika kita kilas balik kebelakang, banyak para tokoh yang ikut serta mendorong saat pemekaran menaikan status dari Kota Administratif menjadi Kota yang mandiri ini tentunya harus diapresiasi.
Sebagai mantan ASN Dinas Pendidikan Kota Cimahi, Ai Mulyani merupakan salah satu pelaku yang mengikuti perjalanan berdirinya Kota Cimahi sejak Kota Administratif.
Baca Juga: FK3I Jabar Desak Menteri LHK Evaluasi Kinerja BBKSDA Jawa Barat
Ia menyebutkan bahwa “Pelaku sejarah sesungguhnya tidak akan pernah teriak,” saat disinggung bagaimana pengalaman dirinya mengikuti proses pemekaran Kota Cimahi.
“Kalau kita niat membangun, tak perlu harus berteriak ya. Yang dibutuhkan bagaimana bersama-sama membangun kota ini dengan tulus tanpa kepentingan,”ujarnya.
Disinggung sejauh mana kondisi sistem dalam birokrasi yang ada di Kota Cimahi sepanjang perjalanan 23 tahun pemerintahan kota Cimahi, Ai Mulyani menyebutkan bahwa pejabat hanya menjalankan dan bergerak pada hak prerogatif jabatannya bahkan menganggap tabu terhadap undang-undang.
Menurutnya, budi pekerti menjadi salah satu landasan utama dalam membangun, namun faktanya, saat ini yang berlaku adalah arogansi dan kesewenang-wenangan para pejabatnya.
“Persoalannya adalah salah menempatkan orang, potensi SDM tidak diindahkan. Bergerak hanya sebatas kewenangan bukan dari kompetensi yang dimiliki, bahkan kondisi yang membuat miris, para pejabat menganggap tabu terhadap undang-undang, jadi 23 Tahun Kota Cimahi, evaluasi dahulu saja internal birokrasi yang ada di Kota Cimahi,” tegas Ai.
Baca Juga: Kurban Asik Tanpa Plastik, FK3I Jabar Tebar Daging Kurban Bagi Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan
Sementara, pengamat Politik Kota Cimahi, mengapresiasi dari pengalaman hidup seorang Bu Ai Mulyani, seorang ASN yang selama ini telah berjuang, merintis, membangun secara mandiri tetapi hasil yang didapat adalah sebuah tekanan, hinaan bahkan ada istilah ‘pembantaian’.
“Orang yang berjasa untuk negara tetapi justru mengalami ‘pembantaian’ bahkan menjadi korban selama perjalanan sejarah Kota Cimahi di tingkat birokrasi. Ini menjadi masukan buat kita semua sebagai masyarakat Kota Cimahi yang menurut saya harus disampaikan kepada masyarakat, bahwa kondisi pemerintahan Kota Cimahi masih seperti ini,” ujar Kanda.
Kanda menilai, alur pemerintahan ternyata masih berlaku motif ekonomi, sementara sudah sewajarnya bahwa kondisi birokrasi di Kota Cimahi saat Bu Ai menyampaikan hanya untuk mengingatkan sebuah regulasi.