FOKUSSATU.ID - Surat Edaran (SE) yang banyak dibuat Gubernur Jawa Barat KDM dianggqp akademisi banyak yang bermasalah.
Pakar Hukum dari Unisba Rusli K. Iskandar mengatakan SE yang dibuat KDM sering kali menabrak koridor hukum diatasnya.
"SE tidak bisa dibuat seenaknya menabrak koridor hukum. Berbahaya itu, bisa digugat balik dan dievaluasi oleh Mendagri," tegasnya dalam IDE (Iweb Dialog Ekonomi) bertema Diskusi Menuju Regulasi yang Akuntabel : Mengembalikan Fungsi Surat Edaran dalam Sistem Hukum Nasional, Kamis (11 / 12/2025).
Menurutnya saat ini SE sudah dianggap sebagai aturan yang mengikat publik, padahal sejatinya SE itu berlaku internal atau mengatur urusan khusus kepala daerah yang bersangkutan (yang membuat SE). Kondisi ini sudah salah kaprah karena dibuat seperti titah seorang raja yang bebas bertindak atau FREIES ERMESSEN.
Baca Juga: Akademisi : Kasus Wakil Wali Kota Bandung Harus Tuntas, Jangan Sampai Jadi Preseden Buruk
"Jika ingin mengikat publik secara penuh harus setingkat Perda saja, ada konsultasi yang dilakukan sebelum dibuat seenak hati. Hukum itu ada etika dan etika itu posisinya diatas hukum," tegas Ruli.
Mendagri dapat mengenakan sanksi bagi kepala daerah yang mengeluarkan SE dan berakibat mengganggu atau meresahkan masyarakat dan iklim usaha.
"Yang merasa dirugikan dapat menggugat ke Mendagri, uji saja nanti disana nanti akan ada evaluasi. Sudah pernah dilakukan terhadap SE Gubernur Bali terkait larangan menjual air kemasan dibawah 1 liter, Mendagri meminta untuk dievaluasi karena mengganggu sektor usaha disana," ia menyontohkan.
Bahkan menurutnya jika ternyata SE itu dibuat melanggar perundang-undangan, kepala daerah dapat dikenai sanksi perbuatan melanggar hukum.
Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio menambahkan SE sudah tidak perlu lagi diterbitkan oleh Kementerian dan lembaga hingga setingkat pemda karena banyak yang sudah berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya. Masyarakat membutuhkan kepastian hukum.
Baca Juga: Memprihatinkan, Satwa Bandung Zoo Bertahan Hidup dengan Sisa Pakan dan Donasi Publik
"Jangan salah kaprah, harus sesuai dengan UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan . SE itu mengikat secara internal saja bukan untuk mengatur publik," tegasnya.
Kebebasan membuat SE sudah mengarah kepada kebebasan wewenang kepala daerah yang tidak terbatas, padahal ada aturan yang mengikat. Jangan sampai SE digunakan pejabat tidak bertanggungjawab untuk menekan masyarakat.
"Misal soal ODOL, pengusaha itu siap taat asal tidak ada biaya-biaya tidak jelas di jalan. Pungli sudah mulai dirasakan sejak dari keluar gudang, pelabuhan dan jalanan. Ini juga harus diperhatikan oleh pemda," tuturnya.
Artikel Terkait
Wakil Wali Kota Bandung Jadi Tersangka, Farhan: Layanan Publik Tetap Berjalan Normal
Sambut Nataru, KPH Bandung Utara Bersama LMDH Tingkatkan Kualitas Wisata Curug Layung
Pembinaan di Kanwil BPN Provinsi Kalteng, Menteri Nusron Minta Pelayanan Pertanahan Adaptif, Cepat, dan Bersih
Memprihatinkan, Satwa Bandung Zoo Bertahan Hidup dengan Sisa Pakan dan Donasi Publik
Akademisi : Kasus Wakil Wali Kota Bandung Harus Tuntas, Jangan Sampai Jadi Preseden Buruk