FOKUSSATU.ID, BANDUNG - Terbakarnya TPA Sarimukti pada tahun 2023 lalu dan penuhnya kapasitas TPA tersebut adalah bukti nyata gagalnya tata kelola sampah yang dilakukan pemerintah dari mulai level provinsi hingga kabupaten/kota.
Kini, alih-alih menerapkan solusi cepat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan membangun 84 insinerator. Apalagi TPA Legok Nangka tidak kunjung bisa dioperasikan. Sehingga pemerintah seakan ngebet untuk menjalankan rencana tersebut.
Kebijakan ini akan menelantarkan Instruksi Gubernur no 02/PBLS.04/DLH, dimana pengurangan sampah 50% sampah untuk memenuhi kuota TPA Sarimukti, diperoleh dengan melarang sampah organik ke TPA, sehingga TPA Sarimukti hanya akan menerima sampah residu.
Insinerator dan pemilahan sampah organik, tidak bisa berjalan bersamaan. Apalagi kepercayaan yang dimiliki pemerintah saat ini adalah bahwa masyarakat Jawa Barat tidak akan mampu melakukan pemilahan sampah. Bongkar pasang aturan seperti inilah yang membuat persoalan sampah di Jawa Barat tidak pernah selesai selama 20 tahun pasca longsornya Leuwigajah.
Baca Juga: Penggawa Persib Imbau Bobotoh Jaga Keselamatan saat Rayakan Gelar Juara
Pembangunan incinerator yang diklaim ramah lingkungan ini diperkirakan menghabiskan biaya senilai Rp.117 miliar dan akan dibagi secara gotong royong antara provinsi dan kabupaten kota dengan rincian, Kota Bandung 43 unit, Kabupaten Bandung 25 unit, Kota Cimahi 6 unit, dan Kabupaten Bandung Barat 10 unit.
Langkah ini bukanlah pilihan tepat dan bijak, bahkan berisiko menambah beban pencemaran lingkungan kawasan Bandung Raya di kemudian hari.
Kami melihat rencana pembangunan tungku-tungku pembakaran ini sebagai solusi instan dan tidak mau ribet yang terburu-buru serta tidak akan menyelesaikan akar masalah. Bahkan, sangat kental nuansa proyek oriented..
Sampah yang akan dibakar di tungku-tungku tersebut adalah sampah tercampur, termasuk sampah organik dengan kandungan air yang tinggi, seperti sampah pasar. Hal ini berpotensi melanggar baku mutu emisi dan tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri LHK No. P.70/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Sampah Secara Termal.
Peraturan ini menjelaskan perihal standarisasi, izin penggunaan serta karakteristik sampah yang boleh dibakar dan yang tidak, meliputi sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dan tidak boleh membakar sampah organik maupun sampah B3 di dalamnya.
Untuk mengurangi resiko pencemaran, pembakaran sampah tercampur dengan kandungan organik yang tinggi, membutuhkan operasi pembakaran 24 jam non-stop, dengan tambahan bahan bakar terus menerus untuk menjaga suhunya. Ini jelas akan meningkatkan biaya pengelolaan sampah di Kota dan Kabupaten di Bandung Raya.
Untuk mencapai standar operasional dan lingkungan merujuk pada standar Legok Nangka, maka biaya operasional yang dibutuhkan adalah sekitar 500.000 per ton sampah.
Biaya pengoperasian insinerator-insinerator ini, harus ditanggung oleh Kota dan Kabupaten. Tingginya biaya pengelolaan inilah yang membuat banyak insinerator yang dibangun sebelumnya, mangkrak.
Artikel Terkait
Penahanan Mahasiswi ITB Terkait Meme Jokowi-Prabowo Berciuman Ditangguhkan, Ini Kata ITB
DPRD Kabupaten Bandung Berduka, Anggota Fraksi PKB Hj Titik Kartika Meninggal Dunia
Ketua Fraksi PKB DPRD Kabupaten Bandung Turut Belasungkawa Meninggalnya Hj Titik Kartika
Jelang 100 Hari Kerja Bupati Bandung, DPRD Ungkap Capaian yang Telah Dilaksanakan Pasangan Dadang Supriatna
Penggawa Persib Imbau Bobotoh Jaga Keselamatan saat Rayakan Gelar Juara