Ahman menjelaskan bahwa pelabuhan perikanan ini nantinya akan dilengkapi dengan tiga jenis fasilitas:
1. Fasilitas pokok, seperti alur pelabuhan, dermaga, kolam labuh, dan mercusuar.
2. Fasilitas penunjang, termasuk kantor, fasilitas umum, toilet, dan masjid.
3. Fasilitas fungsional, yang mencakup TPI, pasar ikan, area pengolahan ikan, dan tempat perbaikan kapal.
“Kami berharap proyek ini bisa rampung sesuai jadwal, sehingga manfaatnya dapat segera dirasakan oleh masyarakat nelayan,” ungkap Ahman.
Pagar Laut Bekasi dan Polemik Perizinan
Berbeda dengan proyek serupa di Tangerang, pagar laut di Bekasi dinilai legal.
Anggota DPRD Kabupaten Bekasi dari daerah pemilihan Babelan, Muaragembong, dan Tarumajaya, Marjaya Sargan, menegaskan bahwa pagar laut ini resmi dan diperuntukkan bagi PPI.
“Ini program DKP Jawa Barat. Untuk detailnya, lebih baik tanyakan langsung ke dinas terkait di provinsi,” ujarnya.
Baca Juga: Terlanjur Ramai, Istana Bantah Adanya Rencana Presiden Prabowo Bertemu Megawati
Namun, polemik muncul ketika Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Bidang Hubungan Masyarakat, Doni Ismanto, mengungkapkan bahwa proyek tersebut belum memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
“KKP belum pernah menerbitkan izin untuk pemagaran bambu di lokasi ini,” kata Doni di Jakarta, Selasa 14 Januari 2025.
KKP bahkan telah mengirimkan tim investigasi untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut terkait proyek ini.
Baca Juga: Pj Gubri Bangga dan Dukung Penuh Perayaan HPN 2025 di Riau
Tindakan KKP terhadap Pelanggaran
Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan KKP, Halid Jusuf, menyatakan bahwa pagar bambu ini akan dibongkar jika tidak ada pihak yang melapor dalam waktu 20 hari.
“Pembongkaran ini akan membutuhkan waktu lama mengingat panjangnya pagar mencapai 30 kilometer dan memerlukan alat berat,” jelas Halid di Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, Tangerang, Rabu 15 Januari 2025.
Ia juga menegaskan bahwa koordinasi lintas instansi masih diperlukan sebelum menentukan tanggal pasti pembongkaran.