Presiden Boleh Berkampanye, PP Muhammadiyah Keluarkan 6 Sikap

photo author
- Senin, 29 Januari 2024 | 12:51 WIB
Pimpinan Muhammadiyah respons pernyataan Presiden terkait Presiden boleh kampanye, boleh memihak (sug)
Pimpinan Muhammadiyah respons pernyataan Presiden terkait Presiden boleh kampanye, boleh memihak (sug)

FOKUSSATU.ID - Pimpinan Pusat Muhammadiyah merespons pernyataan Presiden Joko Widodo terkait ucapannya mengenai presiden dan menteri boleh kampanye, boleh berpihak.

Lewat Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah menganggap penting untuk mengambil sikap atas apa yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo yang telah menimbulkan polemik ini.

Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo. menegaskan, sikap ini dipandang penting mengingat Muhammadiyah memiliki peran dan tanggungjawab keummatan dan kebangsaan untuk tetap menjaga nalar demokrasi yang diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia ini agar tidak diseret sesuka hati elit politik berdasarkan keinginan dan kepentingannya masing-masing.

"Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menyampaikan bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo dimaksud tidak bisa hanya dilihat dari kacamata normatif semata. Melainkan juga harus dilihat dari optik yang lebih luas yakni dari sudut pandang filosofis, etis, dan teknis," ujar Trisno Raharjo dalam rilis yang diterima fokussatu.id


Pertama, dari sudut pandang normatif. Adalah benar Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden hak melaksanakan kampanye. Namun demikian, ketentuan Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu ini tidak dapat dipandang sebagai sebuah norma yang terpisah dan tercerabut dari akar prinsip dan asas penyelenggaraan Pemilu yang di dalamnya terdapat aktivitas kampanye. Pelaksanaankampanye harus dipandang bukan hanya sekedar ajang memperkenalkan peserta kontestasi politik, melainkan harusdipandang sebagai bagian dari pendidikan politik masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 267 ayat (1) UU Pemilu.

Baca Juga: Panwascam Cimahi Selatan Pastikan Logistik Pemilu 2024 Aman

Bagaimana mungkin pendidikan politik masyarakat akan tercapai jika Presiden dan Wakil Presiden (yang aktif menjabat) kemudian mempromosikan salah satu kontestan, dengan (sangat mungkin) menegasi kontestan lainnya?

Dengan demikian, pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa Presiden dibenarkan secara hukum untuk melakukan kampanye dan berpihak merupakan statemen yang berlindung dari teks norma yang dilepaskan dari esensi kampanye dan Pemilu itu sendiri.

Kedua, dari sudut pandang filosofis. Presiden sebagai kepala negara adalah pemimpin seluruh rakyat. Pada dirinya ada tanggung jawab moral dan hukum dalam segala aspek kehidupan bernegara, termasuk Pemilu.

Presiden berkewajiban memastikan penyelenggaraan pemilu yang berintegritas untuk memastikan penggantinya adalah sosok yang berintegritas. Selain itu, sebuah jabatan publik (terlebih Presiden yang merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi) terikat dengan prinsip dasar yang harus dipatuhi. Pejabat publik disumpah untuk menjabat sepenuh waktu sehingga seharusnya memang tidak ada aktivitas lain selain aktivitas yang melekat pada jabatan.


Berdasarkan hal diatas, maka secara filosofis posisi Presiden adalah pejabat publik yang terikat sumpah jabatan dan harus berdiri di atas dan untuk semua kontestan. Dengan demikian, secara filosofis, aktivitas untuk kampanye sekalipun dilakukan saat cuti adalah tidak tepat.

Ketiga, dari sudut pandang etis (dan teknis). Sumpah jabatan penyelenggara negara, termasuk presiden, adalah setia pada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Kesetiaan ini harus diwujudkan dalam segala aktivitasnya. Bahkan, meskipun Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, saat dirinya menjabat menjadi Presiden, dirinya wajib tunduk pada rakyat bukan pada partai politik pengusung. Di luar itu, Joko Widodo, selalu akan dipersonifikasi sebagai presiden dalam aktivitas apapun. Bahkan aktivitas keseharian yang tidak ada kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan
sekalipun.

Oleh karenanya, penyelenggaraan pemerintahan seperti pembagian bantuan sosial akan secara langsung maupun tidak langsung “dianggap” oleh sebagian masyarakat sebagai “bantuan Jokowi”.

Faktanya, kondisi ini diperparah dengan adanya kesengajaan dari Presiden dan sebagian menterinya untuk memposisikan “bantuan sosial” ini sebagai “bantuan Jokowi"

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Arismen Fokussatu

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

OJK Gelar Porseni FKIJK 2025

Jumat, 19 Desember 2025 | 07:41 WIB
X