Desakan untuk Melanjutkan Penyidikan
Natalria mendesak agar Polda Kalimantan Barat melanjutkan penyidikan kasus ini dan mengembalikan status tersangka kepada Muda Mahendrawan dan Urai Wisata, yang menurutnya bertanggung jawab atas kerugian yang ia alami. Keputusan sepihak dari kepolisian yang diduga mengabaikan kepentingan korban dinilai tidak hanya melanggar asas keadilan, tetapi juga berpotensi menimbulkan preseden buruk dalam penanganan kasus penipuan dan penggelapan lainnya di masa depan.
Baca Juga: Kecelakaan Truk di Tol Cipularang KM 92, Jasa Marga Percepat Upaya Penanganan
Gugatan praperadilan yang diajukan oleh Natalria di Pengadilan Negeri Pontianak ini diharapkan dapat mengembalikan keadilan bagi dirinya sebagai korban utama. Dalam gugatan ini, Natalria meminta agar keputusan penghentian penyidikan dibatalkan demi hukum, serta memerintahkan Polda Kalimantan Barat untuk melanjutkan proses hukum terhadap para tersangka.
Dampak Hukum yang Diharapkan
Apabila gugatan praperadilan ini dikabulkan, kasus ini berpotensi menjadi titik balik dalam penerapan Restorative Justice di Indonesia. Prosedur yang tepat harus diikuti demi menjamin bahwa setiap korban memperoleh keadilan tanpa adanya celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Bagi Natalria, harapan untuk mendapatkan keadilan menjadi pendorong utamanya dalam menggugat proses yang ia nilai cacat hukum ini.
Dengan menghadirkan kembali kasus ini di ranah publik melalui jalur praperadilan, Natalria berharap dapat memberi edukasi penting bagi masyarakat terkait hak-hak korban dalam sistem peradilan pidana, khususnya dalam penerapan Restorative Justice.
Baca Juga: Pansus Raperda Pembudayaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan Gelar Rapat Perdana
Komentar Kuasa Hukum Korban
Kuasa hukum korban, Zahid Johar Awal, S.H. Bersyukur karena akhirnya mendapatkan akses terhadap SP3 setelah melalui berbagai upaya administratif, termasuk bersurat ke berbagai instansi untuk meminta kejelasan terkait kasus ini.
Pada 1 November 2024, permohonan pra peradilan akhirnya didaftarkan, meski harus melalui Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS) alih-alih melalui Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) seperti prosedur umumnya.
“Kami berterima kasih atas pelayanan KOMPOLNAS yang luar biasa, sehingga informasi mengenai SP3 ini akhirnya bisa terbuka bagi korban. Kami berharap tahapan dan hasil sidang pra peradilan ini dapat didasari oleh prinsip keadilan dan kepastian hukum,” ujar Zahid dalam keterangan resminya. Senin (11/11/24) sore.
Sidang pra peradilan ini diharapkan bisa membatalkan SP3 dan memaksa pihak kepolisian untuk melanjutkan proses hukum terhadap para tersangka. Korban mendesak agar perkara pidana ini diselesaikan sesuai dengan hukum acara yang berlaku, sehingga keadilan bisa ditegakkan. Zahid berharap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pontianak dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya terkait perkara ini.
Bangga Menjunjung Nilai Anti-KKN
Zahid, yang juga merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Katholik Parahyangan (Unpar), menyatakan bahwa dirinya selalu menjunjung tinggi nilai anti-KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam proses penegakan hukum. Ia menegaskan bahwa penyelesaian kasus ini dilakukan secara prosedural, tanpa menggunakan jalur kenalan atau memanfaatkan hubungan dengan pihak tertentu.
“Sebagai alumni Unpar, saya bangga mempertahankan integritas dalam penanganan perkara secara prosedural. Saya tidak menempuh jalur kenalan untuk memengaruhi proses hukum. Kenal pejabat atau pihak kepolisian, tapi saya katakan NO to KKN! Saya ingin menjadi penegak hukum yang cerdas, pintar, dan bermartabat,” ujar Zahid.