FOKUSSATU.ID - Terletak di Cigadung Raya, Bandung, Sebuah kawasan perumahan yang asri dan sejuk menjadi pusat pabrik batik khas asal Jabar. Komarudin Kudiya, demikian nama pemilik rumah yang ia sebuat sebagai Rumah Batik Komar.
Sudah cukup lama, ia bergelut dalam dunia batik. Sejak 1998, ia membangun rumah batik itu dan menjadikannya pula sebagai ruang belajar bagi siapa saja yang tertarik dengan batik.
"Selamat Datang di Rumah Batik Komar, Workshop dan Showroom ", demikian tertulis pada gapura besar menyambut tamu yang datang.
Baca Juga: Enam Kapolda Baru Dilantik Kapolri.
Sebelum pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia, menurut Public Relation Rumah Batik Komar Rechsa Ferda, lalulalang pengunjung tidak pernah sepi untuk datang. Bukan hanya warga lokal, justru kebanyakan warga asing.
Pandemi kemudian membuat pengunjung berkurang. Kebijakan kedatangan warga asing yang dibatasi membuat semakin sepi.
Menurutnya, berdasarakan data dasi asosiasi perajin batik, kini hanya tersisa 30 ribuan perajin atau pekerja batik di Indonesia, dari sebelumnya mencapai 150 ribuan orang.
Saat menyambangi Rumah Batik Komar, kebijakan prokes memang ketat diberlakukan. Namun demikian, produksi batik cetak dan batik tulis rupanya masih terus berlangsung.
Baca Juga: Puluhan Komunitas Peduli Lingkungan Gelar Penanaman Pohon di Kawasan Wisata Cikole
Hal itu tercium dari aroma lilin terbakar. beberapa lembaran kain juga nampak sedang dijemur. Masih terlihat lilin menempel pada kain. Beberapa pekerja batik juga sedang membuat pola dengan malam atau lilin panas diatas selembar kain putih yang sudah diberi motif batik.
Khusyuk, duduk diatas kursi kecil, sesekali meniup canting yang panas oleh malam. Tetesan lilin berwarna coklat nampak di lantai dan kain tapih di atas pangkuan, tumpah saat sedang membatik.
Ferdha bercerita, jika pada awalnya batik Komar hanya mempekerjakan 3 orang saja. Namun kini mencapai 300 orang lebih, bekerja di Bandung dan Cirebon. Pandemi tentunya membuat jumlah karyawan berkurang.
Kebijakan untuk tetap mempertahankan batik yang asli, bukan batik printing, setidaknya mampu mempertahankan pekerja batik. Jika beralih menjadi batik printing atau menggunakan mesin, dipastikan tidak membutuhkan banyak pekerja.
"Mempertahankan membatik dengan cara tradisional, kalau bukan kami siapa lagi? Batik memerlukan campur tangan manusia, melibatkan banyak orang, sehingga masih banyak pegawai yang dipertahankan," ujarnya.
Artikel Terkait
Bank Indonesia Resmikan Material Center bagi Industri Kecil Bidang Tekstil di Jabar
Penetapan Tanggal 2 Oktober Sebagai Hari Batik Nasional, Berdasarkan Ini
Setiap Tanggal 2 Oktober Indonesia Memperingati Hari Batik Nasional
Bank Indonesia dan Pemprov Jabar Pertemukan Investor dengan UMKM