Mengakhiri analisis ini, kisah Kampung Cae mengajarkan bahwa kepekaan sosial dan empati harus menjadi pondasi kepemimpinan di semua tingkatan.
Pemimpin bukan hanya pembuat janji, melainkan pengemban tanggung jawab untuk memastikan distribusi bantuan yang adil dan pemberdayaan masyarakat melalui program nyata.
Baca Juga: Pakai Rompi Pink dan Tangan Terborgol, Nadiem Makarim: Tuhan Melindungi Saya, Kebenaran akan Keluar
Seperti yang diingatkan dalam artikel tersebut, praktik lama seperti saling berbagi di teras rumah bisa direvitalisasi untuk membangun jaring pengaman sosial, mencegah individualism yang merusak.
Dengan demikian, rasionalitas dan komunikasi empatik bukanlah konsep abstrak, melainkan alat konkret untuk mengelola dinamika masyarakat kontemporer, menghindari tragedi yang bisa dicegah.
Sebagai penutup yang menggerakkan hati, firman Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Ali Imran ayat 159: "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu."
Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu menggabungkan empati dengan rasionalitas dalam setiap interaksi, agar masyarakat kita menjadi lebih harmonis dan penuh kasih sayang. Sungguh, barang siapa yang menyayangi yang di bumi, akan disayangi oleh Yang Di Langit.
Wa maa taufiiqii illa billah, alaihi tawakkaltu wa ilaihi uniib
Bandung, 7 September 2025
Artikel Terkait
Tragedi di Kampung Cae Banjaran: Tiga Jenazah Ditemukan di Rumah Kontrakan