FOKUSSATU.ID – Surat Ar Rahman menjadi surat favorit bagi para calon pasangan pengantin yang akan menikah. Biasanya, surat ini kerap digunakan untuk mahar pernikahan.
Lalu apa alasannya ? berikut akan dibahas tentang kandungan surat ini.
Surat Ar Rahman adalah surat ke 55 yang diturunkan di kota Makkah, terdiri dari 78 ayat dan terdapat pengulangan ayat “maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?’ sebanyak 31 kali.
Baca Juga: Begini Tatacara Makmum Masbuk pada Shalat Jumat
Nama surat ini bahkan juga dikenal sebagai Arus Alquran atau pengantin Alquran, seperti yang dijelaskan Nabi dalam haditsnya. Dalam sebuah riwayat, Nabi bahkan bersabda:
لكلِّ شيءٍ عروسٌ، وعروسُ القرآنِ الرحمنِ “Segala sesuatu memiliki pengantin, dan pengantinnya Alquran adalah Ar Rahman”.
Namun alasan sebenarnya dijelaskan Syekh Ashraf Al Feel, ulama Al-Azhar tersebut mengatakan bahwa alasan penamaan Surat Ar Rahman dengan nama pengantin Alquran adalah karena keindahan dan kesempurnaannya.
Surat ini disebutnya menjelaskan bahwa penamaan surat setelah Ar Rahman adalah yang terbaik yang bisa disebut.
Itu makannya, surat ini dipilih karena keindahannya. Dan menggambarkan tentang keindahan ciptaan Allah yang tak bisa tergambarkan.
Syekh Ashraf Al Feel menambahkan, keindahan Surat Ar Rahman berasal dari kenyataan bahwa firman Allah SWT ini berbicara tentang sifat-sifat Tuhan Yang Maha-Esa, dalam hal ini ia tidak dapat mengungkapkan apa yang ia rasakan.
Baca Juga: Ingin Segera Menikah ? Yuk, Amalkan Doa Ini, Insha Allah Jodoh Segera Datang
Masalah hanya dia diketahui oleh Tuhan saja, karena Dia adalah satu-satunya yang dapat mengasihani saat ini.
Dia menunjukkan, sifat Yang Maha penyayang adalah sifat Allah semata. Karena Dia adalah satu-satunya yang memiliki rahmat kepada manusia di akhirat, rahmat yang lengkap dan lengkap.
Membaca Ar Rahman bahkan disebut Imam Ja’far Ash-shadiq sebagai: “Barangsiapa yang membaca surat Ar-Rahman, dan ketika membaca kalimat ‘Fabiayyi âlâi Rabbikumâ tukadzdzibân’, dia mengucapkan: Lâ bisyay-in min âlâika Rabbî akdzibu (tidak ada satu pun nikmat-Mu, duhai Tuhanku, yang aku dustakan), jika saat membacanya itu pada malam hari kemudian ia mati, maka matinya seperti matinya orang yang syahid; jika membacanya di siang hari kemudian mati, maka matinya seperti matinya orang yang syahid.” (***)