Sebagai ilustrasi: Nilai nishab zakat adalah 85 gr emas. Jika diasumsikan harga emas Rp 500.000; nilai nishab setara dengan Rp 42,5 juta.
Di bulan Muharram 1436, si A memiliki tabungan senilai 40 juta. Harta ini belum mencapai nishab. Di bulan shafar 1436, tabungan si A bertambah menjadi 43 juta. Kali ini harta si A telah mencapai 1 nishab. Jika selama setahun harta si A tidak kurang dari nilai itu, maka si A berkewajiban membayar zakat 2,5%.
Lantas kapan harus membayar zakat?
Jawabannya, si A bayar zakat pada bulan shafar 1437. Dan bukan pada bulan Ramadan. Karena ketika si A membayarnya di bulan Ramadhan, berarti dia menunda pembayaran zakatnya.
Hukum Menunda Pembayaran Zakat
Harta zakat adalah harta milik mustahiq (penerima zakat) yang ada di tangan muzakki (wajib zakat). Ketika muzakki menunda pembayaran zakat, berarti muzakki menunda hak orang lain yang seharusnya dia bayarkan. Karena itulah, Allah mewajibkan zakat untuk dibayar tepat waktu. Allah berfirman,
وَآَتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ
“Tunaikanlah zakatnya di hari ketika panen.” (QS. al-An’am: 141)
Baca Juga: Doa dan Tata Cara Mandi Wajib bagi Laki-laki Sesuai Ajaran Islam
Karena itulah, Waktu yang paling afdhal untuk pembayaran zakat adalah ketika waktu wajibnya, yaitu pada saat jatuh tempo haul. Karena pada saat dia membayar, dia sedang menunaikan kewajiban tepat pada waktunya.
Dengan pertimbangan ini, mayoritas ulama mengatakan, tidak boleh menunda pembayaran zakat tanpa udzur. Jika tidak ada udzur, kemudian sengaja menunda pembayaran zakat, maka dia berdosa.
Diantara bentuk udzurnya adalah tidak memungkinkan bagi wajib zakat untuk membayar zakat di awal waktu. An-Nawawi mengatakan,
الزكاة عندنا يجب إخراجها علي الفور فإذا وجبت وتمكن من إخراجها لم يجز تأخيرها وإن لم يتمكن فله التأخير إلي التمكن فإن أخر بعد التمكن عصى وصار ضامنا
Zakat menurut kami, wajib dibayarkan segera. Jika sudah jatuh tempo dan mungkin untuk dibayarkan, maka tidak boleh ditunda. Jika tidak memungkinkan, dia boleh menundanya sampai memungkinkan untuk dibayarkan. Jika dia sengaja menunda setelah memungkinkan, maka dia bermaksiat, dan wajib menanggung resiko. (al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 5/333).
Ini seharusnya menjadi catatan bagi para pemilik harta, untuk selalu memperhatikan nilai hartanya. Bukan untuk menjadikan harta sebagai hiburan, tapi agar orang tahu waktu yang tepat pembayaran zakatnya. Dia tahu, kapan hartanya mencapai nishab dan dia tahu berapa hartanya ketika sudah haul.