FOKUSSATU.ID-Utang Indonesia berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) mencapai Rp6.626,4 triliun. Jika dipersentasekan, maka sebesar 59,70% dari aset negara yang memiliki nilai Rp11.098,67 triliun. Jumlahny sudah melebihi rekomendasi IMF yang sebesar 25-35%.
Pelaksana Direktorat Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Mundhi Saptono,mengatakan nilai aset tersebut diklasifikasikan dalam beberapa kategori yakni tanah; gedung dan bangunan; peralatan dan mesin; jalan, irigasi dan jaringan; konstruksi dalam pengerjaan; dan aset tetap lainnya.
“Total aset negara meningkat dari tahun sebelumnya, Rp10.460,5 triliun. Bahkan dari 2016 kita mengalami kenaikan jumlah aset yang luar biasa arena adanya revaluasi atau penilaian kembali atas Barang Milik Negara (BMN),” kata Mundhi dilkutip dari Antara, Sabtu..
Berdasarkan LKPP Pemerintah Pusat 2020 yang telah diaudit, aset-aset negara sebagian besar dimiliki kementerian. KemenPUPR misalnya memiliki aset yang beragam senilai Rp 2.217,88 triliun, mulai dari irigasi, bendungan, jalan nasional, dan jalan tol.
Kemenhan memiliki aset senilai Rp 1.923,40 triliun yang berupa alutsista dan tanah yang tersebar di berbagai markas TNI. Kemensesneg memiliki aset senilai Rp 640,27 triliun yang kemudian ditambah Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Kemenhub memiliki aset senilai Rp613,42 triliun, mulai dari bandara, pelabuhan, terminal, dan termasuk balai diklat dan kampus-kampus perhubungan di seluruh Indonesia. Kemendikbud memiliki aset Rp 451,82 triliun dengan kampus dan universitas yang dikelola mereka. Sementara itu, Polri memiliki aset dengan nilai Rp408,40 triliun.
Sementara meski utang, hampir 60 persen dari aset negara, pemerintah berkeyakinan masih aman.
Masih menurut Mundhi Saptono, aset atau BMN kita masih sangat aman dibandingkan kewajiban Indonesia. " Jadi kalau kita melihat kewajiban kita seperti utang, kita juga harus melihat aset kita,” kata Mundhi
Ia menyatakan bahwa dibandingkan negara-negara lain, aset negara Indonesia masih lebih besar dibandingkan negara lain, contohnya Singapura.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri masih berusaha membayar utang yang membengkak selama pandemi Covid-19. Untuk membayar, pihaknya mencari sumber penerimaan negara yang perlu dimaksimalkan.
Sumber pembiayaan pun dicari yang paling kompetitif sehingga utang mampu dikelola dengan baik. Ia menuturkan, pembiayaan yang paling kompetitif adalah lewat pasar surat berharga. Pemerintah bahkan meminta bantuan Bank Indonesia (BI) untuk membeli SUN dengan skema bagi-bagi beban (burden sharing).
Keputusan melakukan pembiayaan melalui pasar surat berharga, karena peneriman pajak menurun selama pandemi. “Kita dengan Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) I, II, III, melakukan burden sharing secara baik. Ini semua dilakukan manajemen utang yang bertanggung jawab. Tidak kemudian satu resep satu direction selesai,” terang Sri Mulyani .(gus)
Artikel Terkait
Utang Indonesia Masih Aman, Pemerintah Harus Mempercepat Pemulihan Ekonomi
Utang Indonesia Membengkak, Sri Mulyani: Kita Optimistis Bisa Bayar
Utang Indonesia Rp9.800 Triliun, Rakyat yang Bayar
Utang Indonesia Melejit, Hafisz Tohir: Resesi Kedua Kalinya Itu Bisa Mengancam